Senin, 26 Agustus 2013
Belajar dari Jari-jari Tangan
Dalam kehidupan ini banyak profesi yang bisa dilakukan, sebagai guru, petani, nelayan, pedagang,
wartawan dan lain sebagainya. Masing-masing profesi memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Sayangnya, kadang kita suka membanggakan profesi kita lebih baik dari yang lain, bahkan ada yang sampai takabbur (sombong) karena berprofesi tertentu.
Padahal, Allah SWT sudah mengingatkan dalam firman-Nya yang artinya, ”Katakanlah, masing-masing kalian berbuat sesuai dengan kemampuannya.”
Rasulullah saw juga sudah mengingatkanا yang artinya, ”Jika suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, tunggulah saat kehancurannya.”
Saat ini, yang terbaik adalah kita lakukan tugas dan pekerjaan kita dengan sebaik-baiknya. Tunjukkan prestasi kita dalam pekerjaan tersebut dan harus professional. Jangan merasa lebih baik dari orang lain.
Dialog berikut ini mungkin bisa jadi pelajaran. Suatu hari terjadi perdebatan antara jari-jari tangan. Jari jempol berkata: saya adalah jari yang paling hebat, karena kalau majikan saya mengatakan sesuatu yang bagus, sayalah yang di acung-acungkan sambil mengatakan: bagus…bagus…bagus.
Mendengar hal ini, jari telunjuk berkata: ”Siapa yang bilang jari jempol lebih hebat, sayalah yang paling hebat, kalau majikan saya menunjuk sesuatu, sayalah yang digunakan, sayalah jari yang paling terhormat.
Jari tengah angkat bicara, ”Hai kalian diam semua. Sayalah jari yang paling mulia. Lihatlah posisi saya! Di sebelah kanan, diapit jari telunjuk dan jempol dan di sebelah kiri, diapit jari manis dan kelingking. Sayalah yang paling mulia.
Jari manis tak mau kalah. Dia berucap, ”Saya dong yang paling terhormat. Coba kamu lihat, kalau majikan saya membeli cincin berlian yang harganya mahal, pasti cincin itu dipakaikan di jari manis. Tandanya, saya lah yang paling terhormat.
Jari kelingking berucap belakangan, ”Semua salah. Sayalah yang paling hebat. Walaupun bentuk saya kecil dan letaknya paling akhir, saya mempunyai fungsi yang sangat besar.”
Kalau hidung atau telinga majikan saya kotor, kata jari kelingkiing, ”Sayalah yang diberikan kehormatan membersihkannya. Tandanya, saya mendapat perlakukan istimewa dari majikan saya.”
Masing-masing jari berdebat, menonjolkan keistimewaan masing-masing, tak ada mau mengalah. Bila kita analisa, sifat merasa diri paling hebat, paling benar dan paling segala-galanya adalah sifat Iblis laknatullah alaih. (Allah melaknatnya).
Jauhilah sifat merasa paling baik, merasa paling hebat, merasa paling mulia dan lain sebagainya karena itu adalah sifat-sifat Iblis. Na’udzubillah.
Belajarlah dari perdebatan jari-jari tadi. Seandainya jari-jari bersatu, benda seberat apapun dengan mudah dapat terangkat. Bila jari-jari bercerai berai, benda ringan dan kecil pun tidak akan mudah diangkat.
Mudah-mudahan para pemimpin kita bisa belajar dari jari-jari tangan. Mudah-mudahan mereka mau bersatu untuk menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa.
Hanya dengan persatuan dan ukhuwah yang erat, beban yang paling berat sekalipun akan dapat diselesaikan dengan baik, semoga.
source
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar