Senin, 26 Agustus 2013

Hukum Karma dalam Pandangan Islam

Istilah karma berasal dari ajaran agama Budha and Hindu. Arti sederhana dari karma adalah segala perbuatan yang dilakukan akan memiliki akibat pada pelaku di masa selanjutnya. Tindakan buruk saat ini akan berakibat keburukan di masa datang. Perilaku baik akan berakibat kebaikan.
http://aliefqu.files.wordpress.com/2012/06/249527635573512748_yf3gvff2_c.jpg?w=399&h=299
Dalam kitab Abhidamma dikatakan bahwa setiap impresi rasa, yakni seluruh perilaku manusia, dapat dianggap sebagai akibat dari karma. Dalam doktrin ini, apabila seseorang terlahir sebagai orang miskin, maka itu terjadi karena akibat perilaku orang tersebut pada kehidupan sebelumnya.


Itu artinya, kehidupan manusia di dunia itu bukan hanya sekali tetapi berulang-ulang. Kehidupan sekarang adalah akibat dari kehidupan sebelumnya dan akan berdampak pada kehidupan masa datang.
Jadi doktrin karma dalam agama Budha adalah: (a) Adanya hukum sebab akibat dan itu terjadi di dunia; (b) adanya reinkarnasi yakni bahwa kehidupan saat ini adalah titisan kehidupan masa lalu dan akan menitis pada kehidupan (orang lain) di masa datang.
Pandangan Islam Tentang Hukum Timbal Balik
Islam juga mengenal doktrin sebab akibat bahwa perbuatan baik akan berakibat baik dan perilaku buruk akan berakibat buruk.
Akibat dari perbuatan manusia terkadang akan dirasakan di dunia ini saat kita masih hidup. Ini mirip dengan karma.
Dalam QS Ar-Rum 30:41 Allah berfirman: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Dalam QS As-Sajdah 32:21 Allah berfirman : “Dan Sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar).
Namun, mayoritas balasan dari tindakan kita akan terjadi di akhirat, pada kehidupan setelah mati. Tepatnya setelah kiamat tiba.
Dalam QS An-Nahl 16:61 Allah berfirman: “Jikalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatupun dari makhluk yang melata, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang ditentukan. Maka apabila telah tiba waktunya (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukannya.”
Oleh karena itu, dalam Islam orang jahat bisa saja memiliki kehidupan yang tenang di dunia bersama anak dan istrinya. Namun, jelas ia akan mendapat hukuman yang setimpal kelak di akhirat.
Perilaku yang baik di dunia akan mendapat pahala yang setimpal di akhirat. Tindakan jahat dan buruk di dunia akan berakibat hukuman yang setimpal di akhirat kelak.
Interaksi antar individu, merupakan dasar “sosial”. dengan ini, manusia, akan dihargai, dihina oleh individu yang lain. Ada hukum timbal balik yang dikenalkan oleh islam. Sebuah hadits riwayat al-imam al-Tirmidzi, Rasulullah menegaskan : “Orang-orang yang memiliki kasih sayang (pada yang lain), maka disayang oleh dzat yang maha penyayang, sayangilah yang ada dibumi, maka kau akan disayangi oleh yang dilangit.”
Dari sini terlihat jelas, ada timbal balik. Ketika seseorang ingin disayangi oleh orang lain, maka sayangilah orang lain. Dan ternyata, timbal balik ini bukan hanya dalam hal “kasih sayang saja” akan tetapi lebih dari itu. Karena dari mafhum mukholafahnya (dibalik). Maka bisa disimpulkan, jika anda ingin dihina orang lain, maka hina orang lain.
Konsep timbal balik ini, mungkin bisa kita artikan dengan “hukum karma” yang kita kenal. Dalam hadits lain Rasulullah juga dawuh (dalam al-mustadrak lil imam Hakim : “Berbaktilah pada orang tuamu, niscaya anak-anakmu kelak akan berbakti kepadamu”.
Dalam Q.S.99: 7 & 8 Allah Berfirman : “Karena itu barangsiapa yang mengerjakan kebaikan meski seberat debu, dia pasti akan melihatnya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan meski seberat atom pun, dia pasti akan melihat (balasan) nya pula” .
Maka semakin jelas hukum timbal balik ini memeng ada dalam agama (islam). Sehingga wacana “Hukum Karma” juga perlu diwaspadai dan disikapi.
Kisah Balasan  yang Diterima Anak Akibat Perbuatan Orangtua
Keshalihan amal baik orang tua memiliki dampak yang besar bagi keshalihan anak-anaknya, dan memberikan manfaat bagi mereka di dunia dan akhirat.Sebaliknya amal-amal jelek dan dosa-dosa besar yang dilakukan orang tua akan berpengaruh jelek terhadap pendidikan anak-anaknya.
Pengaruh-pengaruh tersebut di atas datang dengan berbagai bentuk. Di antaranya, berupa keberkahan amal-amal shalih dan pahala yang Allah sediakan untuk nya. Atau sebaliknya berupa kesialan amal-amal jelek dan kemurkaan Allah serta akibat jelek yang akan diterimanya.
Bentuk ganjaran dan pahala atau kemurkaan dan siksaan tersebut biasanya akan dirasakan oleh anak. Ganjaran yang dirasakan anak dapat berupa penjagaan, rezeki yang luas, dan pembelaan dari murka Allah (jika orang tua shalih dan gemar melaksanakan amalan yang baik). Adapun amal jelek orang tua, akan berdampak jelek kepada anak, dapat berupa musibah, penyakit dan kesulitan-kesulitan lain.
Oleh karena itu, orang tua hendaknya memperbanyak amal shalih karena pengaruhnya akan terlihat pada anak.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, Maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah Aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya”. (QS. Al Kahfi: 82)
Awalnya, Musa ‘alaihis salam bersama Khidir singgah di sebuah desa dan berharap dijamu oleh penduduknya, akan tetapi ternyata mereka enggan menjamu keduanya. (sebelum kedua nabi ini pergi) mereka melihat ada dinding yang hampir roboh.
Khidir pun menegakkannya. Musa ‘alaihis salam berkata:“Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu”. (QS. Al Kahfi: 77)Khidir menjawab:“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh”. (QS. Al Kahfi: 82)
Maka perhatikanlah bagaimana Allah menjaga harta pusaka anak yatim ini sebagai balasan atas keshalihan kedua orang tuanya! Apakah Anda menyangka atau meyakini bahwa  simpanan yang Allah jaga itu dikumpulkan dari harta haram? Sama sekali tidak. Orang tua yang shalih tidak mungkin mengumpulkan harta dari sumber yang haram dan tidak mungkin Allah akan menjaganya jika harta itu tidak berasal dari sumber yang halal.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. An Nisaa: 9)
Ayat ini menjelaskan hubungan antara perkataan yang benar dan yang jelek dengan keadaan anak yang akan ditinggalkan oleh orang tuanya.
Jika Anda melihat orang tua yang memakan harta anak yatim atau menganjurkan untuk berbuat zalim kepada mereka, atau mengurangi hak-hak mereka, maka bangkit dan ucapkanlah perkataan yang benar dengan semata-mata mengharap wajah Allah ta’ala. Dengan kalimat yang  benar dari Anda ini, Allah akan menghilangkan kezhaliman dan menegakkan kebenaran, dan pengaruh baiknya akan terus dirasakan oleh anak cucu Anda dan akan dicatat di buku catatan kebaikan Anda di hari kiamat.
Maka bersemangatlah dalam memuliakan anak yatim, dan berhati-hatilah dari  mendekati harta mereka, karena semua itu memiliki pengaruh yang besar atas anak-anak Anda sebagaimana telah kami terangkan di atas.
Perbaiki, wahai bapak dan ibu, makanan dan minuman serta pakaian Anda; (carilah yang halal), karena dengan demikian ketika Anda mengangkat kedua tangan berdoa kepada Allah dengan tangan dan jiwa yang suci, Allah akan menerima doa Anda untuk kebaikan anak-anak Anda, memperbaiki keadaan mereka dan memberkahi diri mereka.
Allah berfirman,“Sesungguhnya Allah Hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa”. (QS. Al Maaidah: 27) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh. Rambutnya kusut dan berdebu. Lalu dia mengangkat kedua tangannya ke langit seraya berdoa, ‘Ya Rabbi, Ya Rabbi.’ Padahal makanannya haram, minumannya haram, dan pakaianya haram, maka bagaimana orang seperti iniakan dikabulkan doanya?” (Dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya no. 1015) dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Bagaimana Anda berdoa mengangkat kedua tangan dan mengharapkan jawaban, sementara tangan Anda masih sering membunuh, memukul, dan menganiaya, Anda masih suka menipu orang? Bagaimana Anda berdoa untuk kebaikan anak Anda dengan tangan itu? Bagaimana mungkin Anda berdoa, memanjatkan permintaan kepada Allah dengan mulut Anda, sementara mulut itu sering memakan harta yang haram, sering berdusta, namimah, ghibah, mencela kehormatan orang, mencaci dan memaki, bahkan mengucapkan kalimat syirik, dan menuduh berzina wanita baik-baik?!
Apakah Anda yakin doa Anda akan diterima sementara pakaian dan makanan Anda dari sumber yang haram?! Karena itu bertawakallah dan beramal shalihlah agar doa untuk kebaikan anak Anda diterima!
Diceritakan bahwa sebagian orang-orang salaf dahulu pernah berkata kepada anaknya, “Wahai anakku, aku akan membaguskan shalatku agar engkau mendapatkan kebaikan.” Sebagian Ulama menyatakan bahwa makna ucapan itu adalah aku akan memperbanyak shalatku dan berdoa kepada Allah untuk kebaikanmu.
Kedua orang tua bila membaca Al Qur’an, surah Al Baqarah dan surat-surat Mu’awidzat (Al Ikhlas, Al falaq, dan An Naas), maka para malaikat akan turun utnuk mendengarkannya, (Dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya no. 2699) dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu] dan setan-setan akan lari. (Dikeluarkan juga oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya no. 796)
Tidak diragukan bahwa turunnya malaikat membawa ketenangan dan rahmat. Dan ini jelas memberi pengaruh baik terhadap anak dan keselamatan mereka.
Tetapi bila Al Qur’an ditinggalkan, dan orang tua lalai dari dzikir, ketika itu setan-setan akan turun dan memerangi rumah-rumah yang tidak ada bacaan Al Qur’an, penuh dengan musik, alat-alat musik, dan gambar-gambar yang haram. Kondisi seperti ini jelas akan berpengaruh jelek terhadap anak-anak dan mendorong mereka berbuat maksiat dan kerusakan.
Wallahu a’lam.
source : dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar